Tabloid Online GAYA – Setiap masa yang dilalui manusia, ada kisah di dalamnya yang tak akan sama dengan orang lain. Adakalanya berisikan tawa bahagia, ada pula yang sarat airmata.
D’ begitu nama pena
dari seorang anak manusia yang berasal dari pulau seberang. Anak tunggal dari
kedua orang tuanya yang berharap si buah hati bisa menjalani kehidupan layaknya
orang-orang yang serba mapan.
Ya, D’ adalah anak yang
tumbuh tanpa saudara, dibesarkan dalam keluarga berkecukupan. Ia lahir dari
seorang perempuan bermata biru. Ibunya asli Belanda, yang bersuamikan seorang
tentara Indonesia berpangkat perwira menengah.
Sebagai seorang anak
yang lahir dari darah tentara, D’ berkembang menjadi sesosok pria yang tak
pernah takut dengan urusan dunia. Ia terdidik dengan tata krama Melayu, dan di pundaknya
melekat gelar raja-raja.
Serba cukup, walau ada
masanya ia mengalami pasang surut kehidupan menjelang tumbuh dewasa. Dan kini, guratan
garis-garis tua juga telah terlihat nyata di wajahnya yang tak muda.
D’ hidup ibarat
pengembara, sebatang kara. Pahitnya kehidupan setelah kedua orangtuanya tiada
telah pula dirasainya. Hidup dari bandara ke bandara, menetap hanya untuk
sesaat di daerah-daerah yang ia datangi. Hidupnya seperti burung yang singgah
sebentar, lalu pergi lagi.
D’ adalah sosok yang
juga memiliki rasa cinta. Dalam kehidupannya, di tubuh dua orang putri mengalir
darahnya. Dua orang anak kesayangannya yang kini berbeda tempat, satu masih
kuliah sementara yang seorang sedang menempuh pendidikan di jenjang menengah
pertama.
Rasa sayang D’pada
kedua putrinya itu tak pernah terlupakan olehnya, walau jarak membentang seolah
menghalang mereka untuk berpelukan hangat dalam ruang keluarga.
Kini, di tengah
kehidupan D’ di salah satu daerah di Pulau Jawa, ia merasakan lagi kepahitan hidup
yang begitu nyata. Dunianya tak lagi seperti dulu ketika masih belia,
fatamorgana kehidupan kini terus membayangi langkahnya.
Dalam kesehariannya,
nasib terus saja mempermainkannya. Di sepanjang hidup yang ia jalani, belum
pernah dirasakannya seperti ini. Hidup bagai tak mengizinkannya bahagia, hanya
bayang-bayang saja yang bisa dimilikinya.
Cinta, itulah yang
mengubah D’ menjadi seorang pecundang di usianya yang tak lagi muda. Dan
langkahnya seolah kembali mengajak untuk berkelana ke tempat-tempat yang tak
seorangpun mengenalinya. Tempat yang mungkin akan menjadi akhir dari langkah
kakinya yang tak lagi kuat seperti dulu.
***
Sobat GAYA, kehidupan yang dilalui manusia penuh onak dan duri. Melangkah dengan kehati-hatian adalah cara yang dapat meminimalisir dampaknya.
Tak ada yang bisa menghindarkan diri
dari terluka, setidaknya dengan mawas diri akan bisa mengurangi rasa sakitnya. “Pikir dulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna.”
(*)
Tidak ada komentar
Posting Komentar