Tabloid Online GAYA – Fenomena kutang dan celana dalam yang berserakan di Gunung Sanggabuana jadi berita terpopuler setiap tahunnya. Fenomena itu terkait mitos yang beredar.
Dari mitos yang beredar, pengunjung yang
datang ke kawasan Gunung Sanggabuana harus mencari sumber mata air yang bernama
"Pancuran Emas" dan wajib mandi di pancuran tersebut. Setelah mandi,
semua yang melekat dibadannya harus dibuang.
"Jadi memang mitos ini sudah
beredar luas di masyarakat, dan mereka meyakini bisa menghilangkan kesialan
dalam hidupnya," kata salah
seorang warga sekitar.
Dijelaskannya, kebanyakan peziarah,
pengunjung atau pendatang berasal dari luar Karawang. Karena aksi itu, pakaian
dalam yang dibuang dan dikumpulkan mencapai berkarung-karung.
"Kalau bulan Mulud (maulid) pasti banyak
celana dalam berserakan di Gunung Sanggabuana, bahkan sampaI berkarung-karung kalau
dikumpulkan," tandasnya.
Sementara itu Ketua Tim Ekspedisi Fauna
Pegunungan Sanggabuana, Bernard T Wahyu menjelaskan, pada beberapa tahun
sebelum 2021, kelompok warga lokal dan pegiat Sanggabuana pernah membongkar
makam dan makomnya.
"Dari keterangan pegiat di
Sanggabuana, dulu pernah dibongkar makam dan makom yang ada di Pegunungan
Sanggabuana, tapi malah ada lagi, ada lagi," terangnya.
"Karena semakin lama malah menjamur
ritual itu tentunya menimbulkan kemusrikan," ucapnya.
Bahkan, kata dia, banyak bermunculan
kuncen-kuncen baru yang bukan berasal dari warga sekitar. Tapi, kuncen Gunung
Sanggabuana tetaplah ada untuk melayani peziarah.
"Dulu itu memang ada kuncen aslinya
dari warga sekitar tapi sudah tidak ada lagi semenjak dibongkar. Setelah
pembongkaran, beberapa tahun kemudian, banyak lagi bermunculan orang yang
mengaku kuncen tapi bukan asli warga Tegalwaru, kebanyakan pendatang dari
wilayah lain," ucapnya.
Ia berharap ada upaya dari pemerintah
setempat untuk menertibkan praktek ritual yang diakuinya sangat merusak keimanan
dan ekologis sekitarnya.
"Sampah celana dalam atau lainnya,
secara ekologi ini sebenarnya tidak baik, karena sampah ini mengotori
Pegunungan Sanggabuana. Yang jadi masalah utamanya, sampah pakaian dalam ini
banyak mengotori di sepanjang aliran air," kata dia.
"Kita tidak tau mereka, para
peziarah ini dalam kondisi sehat atau tidak. Karena banyak pengunjung dari
berbagai kalangan pekerja yang berharap berkah dari pancuran ini, dan jika
sedang tidak sehat bisa menyebarkan penyakit menular," ujar Bernard.
"Kami berharap pemerintah segera
melakukan tindakan atau upaya penertiban praktek ritual yang merugikan ekologi
juga keimanan. Karena kalau tidak segera ditindaklanjuti ritual ini akan
selamanya bertahan dan malah melekat dan menjadi sebuah keyakinan baru,"
ujarnya. (sumber: detikcom)
Tidak ada komentar
Posting Komentar